POLITIK DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULIAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang
berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem
pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer.Indonesia tidak menganut
sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun ± 90%
penduduknya beragama islam, Indonesia bukanlah sebuah negara islam.
Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden
yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh
seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para
menteri yang juga pembantu presiden.Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua
kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan
Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD.Cabang yudikatif terdiri dari
Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara
bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman.Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan disetiap Provinsi dan
Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Indonesia
terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status
otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua,
dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus
Ibukota yaitu Jakarta. Setiap propinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten
dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian
dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun
tetangga.Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota
DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif
(Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut
pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada
perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis
lainnya didunia. Diantaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang
juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan
yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan
Daerah, dan sistem multipartai berbatas dimana setiap partai yang mengikuti
pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan
anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.
I.2 Tujuan
Secara umum
terdapat tiga makna tujuan mempelajari ilmu politik:
Pertama, perspektif intelektual: Sebagaimana
kita maklumi bahwa sebenarnya tujuan politik adalah tindakan politik. Untuk
mencapai itu diperlukan pembelajaran untuk memperbesar kepekaan pembelajar
sehingga ia dapat bertindak. Agar dapat bertindak dengan baik secara politik,
orang perlumempelajari azas dan seni politik, nilai-nilai yang dianggap penting
oleh masyarakat. Seperti, bagaimana nilai-nilai itu diwujudkan dalam
lembagalembaga, serta taktik ataupun strategi apayang digunakan untuk
bertindak? Dengan demikian orang belajar, bagaimana kekuasaan dapat dijinakkan
oleh Prometheus, dan diabdikan kepada tujuan manusia yang positif.Sebagai
contoh, Plato dan Aristoteles di akademi-akademi Yunani, tetapi juga mereka
sangat terlibat dalam politik praktis. Begitu juga sebelumnya Socrates sebagai
lambing guru politik yang aktif, ia juga meninggal karena tekanan-tekanan
politik praktis penguasa Yunani kuno. Metode pembelajarnnya-pun sudah mengenal
metode yang bersifat kritis.Tujuannya tidak lain adalah untuk menelaah
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para penguasa dan berusaha untuk
mengurangi ketidaktahuan dari mereka yang dikuasai..Walaupun ajaran kritis
tersebut pada prinsipnya bersifat intelektual, tetapi dapat menimbulkan hal-hal
yang bersifat praktis. Itulah sebabnya mengapa tradisi intelektual dapat dengan
mudah menjadi subversif
terhadap penguasa dan merangsang timbulnya
perdebatan politik. “Dengan demikian tidak bisa dihindari bahwa pembelajarn
politik bersifat politis, dan guruguru politik merupakan aktivis”.Jadi,
perspektif intelektual dalam politik adalah perspektif yang mempergunakan
diri-sendiri sebagai titik tolak. Sebab perspektif itu bertolak dan dibangun
berdasarkan apa yang dianggap salah oleh individu, maka pemikiran individu itu
yang memperbaikinya.
Kedua, perspektif politik.Maksudnya adalah bahwa
pandangan intelektual mengenai politik, tidak banyak berbeda dengan pandangan
politisi.Bedanya terletak jika politisi lebih bersifat “segera” (yang ada kini
dan di sini, daripada hal-hal yang teoretis). Sedangkan intelektual dapat
menjadi politisi jika ia ammpu memasukkan masalah politik dalam pelayanan suatu
kepentingan ataupun tujuan. Sebagai contoh, sebuah kasus dengan adanya sistem
pemilihan lanagsung di Indonesia, banyak intelektual yang bersedia menjadi
calon legislatif dan eksekutif pusat dan daerah.Dengan kampanye yang bergaya
“orator mendadak”, dalam waktu singkat mereka mempersiapkan dan menggunakan
strtegi itu dari yang biasanya sangat teoretik mendadak berubah ke dalam suatu
kerangka kerja yang bersifat praktik. Hal ini mirip dengan apa yang dinyatakan
Robert Dahl (1967: 1- 90), bahwa dalam waktu singkat mereka telah menjadi
politisi. Singkatnnya, dunia politisi adalah dunia hari ini, dan hari esok yang
dekat.Sedangkan kaum intelektual menaruh perhatian dalam tiga dimensi; hari
kemarin, hari ini, dan hari esok.Keputusan-keputusan dari politisi diuji dalam
kenyataan tanggapan publik yang keras.Suara lebih dahulu, sedangkan azas
belakangan.Jika tujuan pertama pilisi adalah memperoleh kekuasaan, maka kaidah
kedua adalah mempertahanakan kekuasaan.Juga tidak usah heran sebagian politisi ⎯termasuk yang terbaik dan tercerdik sekalipun ⎯ sering melakukan hal-hal yang mengerikan.Karena
itu tidak usah heran pula jika politisi adalah orang yang selalu optimis yang
senantiasa tergugah oleh kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperoleh dari
kekuasaan (Apter, 1996: 20).
Ketiga, perspektif ilmu politik.Dalam hal ini
politik dipandang sebagaiilmu.Ia menilai politik dari sisi intelektual dengan
pertimbangan kritis sertamempunyai criteria yang sistematis. Pendirian ini
memandang memndangnya terhadap kebutuhan ke depan, untuk meramalkan akibat
tindakan politik maupun kebijaksanaan para politisi. Jika para politisi
memandang politik sebagai pusat kekuasaan publik, maka kaum intelektual
memandang politik sebagai perluasan pusat moral dari diri. Dengan demikian
politik sebagai ilmu menaruh perhatian pada dalil-dalil, keabsahan, percobaan,
hukum, keragaman, pembentukan asasasas yang universal
BAB II
ISI
2.1 Pengertian
Etimologi
Politik
berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing
bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan
negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis -
negara kota).
Secara
etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan.Kata
"politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik.Kata
"politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Politik
adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian
ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai
hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.Di
samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain:
· politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
· politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
· politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
· politik
adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Dalam
konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik.
Ilmu Politik
Teori Politik
Teori politik merupakan kajian mengenai konsep
penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala
konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat
politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan,
kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik,
perbandingan politik, dsb.
Terdapat
banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia
antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme,
federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme,
kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi,
monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki
dsb.
Lembaga Politik
Secara
awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu
kebiasaan atau perilaku yang terpola.Perkawinan adalah lembaga sosial, baik
yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang
diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara.Dalam konteks ini suatu
organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan
pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian
tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal.Lembaga politik adalah
perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan
pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan
kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat
tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau
sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari
dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk
di parlemen.
Persoalan
utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti
indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan
perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan
sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah
lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan
pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan
politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan
mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk
melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat
struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa
menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan
yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya
bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan
dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.
2.2 Partai dan Golongan
Hubungan Internasional
Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional
adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser
untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam
bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat
(dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep
baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan,
organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting
dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto
dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya
mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia.Transparancy
International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai
pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan
organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia
menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas
politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah
berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar
dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih
efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan
multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk
mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB,
merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat
PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang
kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah
ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang
bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB.Hal ini diharapkan bisa
mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata.Saat
misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa
dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi
PBB.Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama
saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan
internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan
segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap
orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat
global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya
pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu
negara (konfederasi?).
Masyarakat
adalah
sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.
Kekuasaan
Dalam
teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan
sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber
kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari
kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.
Negara
negara
merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk
yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan
keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan
syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933
2.3 Perilaku Politik
Perilaku
politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh
insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan
politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak
dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan
perilaku politik contohnya adalah:
· Melakukan
pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
· Mengikuti
dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau
parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya
masyarakat
· Ikut
serta dalam pesta politik
· Ikut
mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
· Berhak
untuk menjadi pimpinan politik
· Berkewajiban
untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan
perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan
perundangan hukum yang berlaku
2.4
Fungsi Politik
Fungsi
Politik adalah
- Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok kepentingan.
- Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dsalam berbagai alternatif kebijakan. pelakunya dalah Partai Politik.
- Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
- Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atu PNS.
- Pengawasan pelaksanaan kebijakan< adalah fungsi mnyelaaraskan perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku nya dalah lembaga hukum atau peradilan.
2.5 Fungsi Politik yang lain
Apabila
kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan
bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi
barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik
mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond
sebagai berikut;
- Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
- Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
- komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik.
2.6
Sejarah Sistem Politik Indonesia
Sejarah
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa
Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses
politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran
yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang
terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan
dan tekanan.
Dalam
melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja
seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan
tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan
sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu
pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses
politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem
adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.Pandangan
mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para
pakar politik.Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan
diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik
dikuru dari sudut moral.Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik
melihatnya dari tingkat prestasi (performance
level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat,
lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh
ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa
dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan
internasional.
Perubahan
ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input
menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat
5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas
Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan
SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal
oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi
pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas
Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian
rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang
diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula
dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas
Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu
dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
4. kapabilitas
simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan
yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas
responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output,
output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau
adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas
responsif.
6. kapabilitas
dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam
dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki
kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam
kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara
berkembang.
Ada
satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu
pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan
politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya
agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik
seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni
Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan
politik pemerintah berupa stabilitas politik
2.7 Proses Politik Di Indonesia
Sejarah
Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari
masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing
masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila
diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa
prakolonial (Kerajaan)
· Penyaluran
tuntutan – rendah dan terpenuhi
· Pemeliharaan
nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
· Kapabilitas
– SDA melimpah
· Integrasi
vertikal – atas bawah
· Integrasi
horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
· Gaya
politik - kerajaan
· Kepemimpinan
– raja, pangeran dan keluarga kerajaan
· Partisipasi
massa – sangat rendah
· Keterlibatan
militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
· Aparat
negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
· Stabilitas
– stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa
kolonial (penjajahan)
· Penyaluran
tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
· Pemeliharaan
nilai – sering terjadi pelanggaran ham
· Kapabilitas
– melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
· Integrasi
vertikal – atas bawah tidak harmonis
· Integrasi
horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
· Gaya
politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
· Kepemimpinan
– dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
· Partisipasi
massa – sangat rendah bahkan tidak ada
· Keterlibatan
militer – sangat besar
· Aparat
negara – loyal kepada penjajah
· Stabilitas
– stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa
Demokrasi Liberal
· Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan
nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas
– baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi
vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi
horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
· Gaya
politik - ideologis
· Kepemimpinan
– angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi
massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
· Keterlibatan
militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat
negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
· Stabilitas
- instabilitas
4. Masa
Demokrasi terpimpin
· Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
· Pemeliharaan
nilai – Penghormatan HAM rendah
· Kapabilitas
– abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
· Integrasi
vertikal – atas bawah
· Integrasi
horizontal – berperan solidarity makers,
· Gaya
politik – ideolog, nasakom
· Kepemimpinan
– tokoh kharismatik dan paternalistik
· Partisipasi
massa - dibatasi
· Keterlibatan
militer – militer masuk ke pemerintahan
· Aparat
negara – loyal kepada negara
· Stabilitas
- stabil
5. Masa
Demokrasi Pancasila
· Penyaluran
tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan
nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas
– sistem terbuka
· Integrasi
vertikal – atas bawah
· Integrasi
horizontal - nampak
· Gaya
politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
· Kepemimpinan
– teknokrat dan ABRI
· Partisipasi
massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan
militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat
negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas
stabil
6. Masa
Reformasi
· Penyaluran
tuntutan – tinggi dan terpenuhi
· Pemeliharaan
nilai – Penghormatan HAM tinggi
· Kapabilitas
–disesuaikan dengan Otonomi daerah
· Integrasi
vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi
horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
· Gaya
politik - pragmatik
· Kepemimpinan
– sipil, purnawiranan, politisi
· Partisipasi
massa - tinggi
· Keterlibatan
militer - dibatasi
· Aparat
negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
· Stabilitas
– instabil
2.8 Pada
Masa Sebelum Kemerdekaan
Di
bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau
Sumatra dan Jawa sejak abad ke-7 hingga abad ke-14 Kedatangan
pelaut-pelaut.Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/Zheng He
pedagang-pedagang Arab dan Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam.
Ketika
orang-orang Eropa datang pada awal abad ke- 16 mereka menemukan beberapa
negara-negara kecil.Negara-negara kecil ini dengan mudah dikuasai oleh
orang-orang Eropa tersebut yang ingin mendominasi perdagangan rempah-rempah.
Pada abad ke- 17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara
Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni
mereka, Timor Timur) Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai
salah satu misi dan Belanda yang dikenal sebagai, 3G yaitu Gold, Glory and
Gospel Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II
awalnya melalui VOC dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal
abad ke-19.
Di
bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan
besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan
keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan
kolonial yang lebih bebas setelah 1870 sistem ini dihapus.Setelah 1901 pihak
Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika, yang termasuk reformasi politik yang
terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia-Belanda.
Pada
masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai
Indonesia.Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa
para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia
mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur
dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun
1943.
2) Pada
Masa Soekarno (1945-1966)
Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite
untuk kemerdekaan Indonesia; setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945,
di bawah tekanan organisasi pemuda, kelompok pimpinan Soekarno memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda
mengirimkan pasukan mereka.
Usaha-usaha
berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal sebagai
‘aksi polisi’ (Politionele Actie). Belanda akhirnya menerima hak Indonesia
untuk merdeka pada 27 Desember 1949 setelah mendapat tekanan yang kuat dan
kalangan internasional, terutamanya Amerika Serikat Soekarno menjadi presiden
pertama Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Pada
tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti gerakan non
blok pada awalnya dan kemudian dengan blok sosialis, misalnya Tiongkok dan
Yugoslavia Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap
negara tetangga, Malaysia (“Konfrontasi”), dan ketidakpuasan terhadap kesulitan
ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S
yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah
lainnya.Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera
menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan
bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional
berdasarkan paham sosialis-komunis.Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk
menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
3) Pada
Masa Soeharto (1967-1998)
Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun
1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme Sementara
itu kondisi fisik Soekarno kini sendiri makin melemah. Setelah Soeharto
berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis
dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar
negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut
kewarganegaraannya. 32 tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru
sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.
Soeharto
menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri
yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
besar, meski tidak merata, di Indonesia. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan
ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom-ekonom lulusan departemen
ekonomi Universitas California, Berkeley yang dipanggil “Berkeley” Namun,
Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya
setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk
pada tahun 1998.
Zaman
pemerintahan Soeharto, mengapa pemerintahan begitu hebat ?
Karena
intelijennya begitu hebat, akan tetapi akhirnya mengalami ketidak hebatan
intelijen, karena adanya regenerasi dan perubahan lingkungan yang tidak
diantisipasi cepat. Contohnya, mengapa sampai terjadi ekonomi ?karena intelijen
ekonomi lemah, sementara kerja intelejen ikut menentukan nasib negara.
Penyelenggaraan negara tidak mungkin hidup tanpa intelijen, soal kondisi
intelijen negara yang sekarang kurang bagus, kembali lagi kepada Leadership
(kepemimpinan) dan statemanship (kenegarawaan).Dalam hal ini kita bukan hanya
membutuhkan pemimpin, tapi juga seorang negara.Negarawan itu adalah seseorang
memahami tentang kenegaraan.Masalah dan penyelenggaraannya. Mengenai leadership
dan statemenship dari Soeharto baik, tapi bukankah gaya kepemimpinan otoriter
yang diterapkan penguasa Orde Baru ditentang banyak orang ?Soeharto pada
awalnya seorang pemimpin yang mengubah keadaan bangsa dan negara dari sangat
terpuruk menjadi lebih baik.
Dengan melakukan perubahan tentu ada korban,
tapi korban-korban itupun tidak bisa dikesampingkan begitu saja buktinya
kepemimpinan Soeharto ang 32 tahun itu pun tidak berakhir dengan baik.Selama 32
tahun itu kita belum mampu mencapai perkembangan peradaban yang sesuai dengan
keinginan.Bahkan selama 60 tahun penyelenggaraan negara Indonesia telah gagal
mengembangkan peradaban, sebetulnya kepemimpinan dan kenegarawanan itu sudah
gagal mulai dari zaman Soekarno. Bukannya Soekarno adalah seorang Negarawan
yang andal, Tapi apa yang dihasilkannya ketika tahun 1965, secara budaya dan
peradaban tidak ada, peradaban tetap primitif. Setelah Soekarno turun, Soeharto
coba melakukan perubahan peradaban, tapi sampai sekarang belum berhasil.
Mengapa selama 60 tahun bangsa Indonesia yang besar ini tidak menjadi bangsa
yang mengemuka ?Kembali pada identitas, identitas sebagai ras melayu, beragama
Islam, terutama orang Jawa tidak memiliki jiwa untuk menjadi bangsa yang
berkembang secara peradaban
.
4) Pada
Masa BJ. Habibie, Gusdur, Megawati (1998-2004)
Dari
1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ)
Habibie Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri Pada tahun 2004 pemilu satu
hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah
ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa
daerah sedang berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, yaitu Aceh dan Papua.
Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun 2002 setelah 24 tahun
bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB.
Bahwa sejak zaman Habibie dan pasca reformasi,
tidak ada seorang pun pemimpin dan negarawan yang mengemuka di Indonesia, ini
terlihat dari finalitas kepemimpinannya.Kepemimpinan Habibie tidak berakhir
dengan baik.Demikian pula dengan Gusdur, Megawati, kemudian Susilo Bambang
Yudhoyono.
5) Pada
Masa SBY
Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias
dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa.(Lihat
Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005. Kejadian ini
disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam pantai
Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang
tidak kunjung terpecahkan.
Dari segi intelijen terhadap pemerintah
sekarang, BIN (Badan Intelijen Negara) sekarang lemah, tidak bisa menganalisa
negara dengan tepat karena tidak memiliki wibawa untuk mempengaruhi pembuat
keputusan.Rasanya sia-sia mempunyai sebuah lembaga yang dianggap hebat tapi
dalam kenyataannya tidak hebat, atau produknya hebat, tapi tidak mempunyai
wibawa terhadap penyelenggaraan negara. Kalau BIN sekarang kuat, satu tahun
pemerintah SBY, negara tidak akan seperti ini, dengan tegas tim intelejen harus
mampu mengatakan kepada tim ekonomi agar mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang
benar.
BAB 3
PENUTUP
3.1 kesimpulan
- Remormasi merupakan suatu proses perjalanan bangsa Indonesia dalam menuju kemajuan, demokrasi serta ke arah yang lebih baik dalam berbangsa yang dimana remormasi ini menempuh proses yang panjang dan sulit serta banyak memekan korban dan dan penuh dengan pangorbanan
- Reformasi merpuakan bentuk perlawanan rakyat dalam menindak penyelewenwgn dan penyimpangan yang dilakukan oleh Negara
- Reformasi merupakan bukti rakyat adalah pemegang suara tertinngi
- Remormasi merupakan bukti bahwa rakyat tidak lagi bodoh dan tidak mau lagi dibodohi
- Remormasi adalah momentum bagi bangsa Indonesia untuk menenyukam masa depanmya kearah yang lebih baik
3.2 Saran
Remormasi
telah
kita capai dengan darah,keringat, dan air mata untuk itu marilah sekarang kita
mengisi perubahan yang telah kita capai bersama-sama ini dengan membangun
negeri ini dengan hal-hal yang bermanfaat dan membanggakan dan kita sudahi tipu
menipu dan bohong membohongi bangsa kita sendiri perankan peran kita
masing-masing dalam membangun negeri yang kita cintai ini.
Semoga tulisan ini aat bermanfaat
Daftar Pustaka
v Alfandi,
Widoyo. (2002). Reformasi Indonesia: Bahasan dari Sudut Pandang Geografi
Politik dan Geopolitik. Yogyakarta:Gadjah Mada University. ISBN 979-420-516-8,
9789794205167
v Suradinata,Ermaya.
(2005). Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI.. Jakarta:
Suara Bebas.
v Sumarsono,
S, et.al. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hal 12-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar