Senin, 21 Mei 2012

Polii

POLITIK DI INDONESIA                          
BAB I
PENDAHULIAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer.Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun ± 90% penduduknya beragama islam, Indonesia bukanlah sebuah negara islam.
Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden.Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD.Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman.Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibukota yaitu Jakarta. Setiap propinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya didunia. Diantaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas dimana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.
I.2 Tujuan
Secara umum terdapat tiga makna tujuan mempelajari ilmu politik:
Pertama, perspektif intelektual: Sebagaimana kita maklumi bahwa sebenarnya tujuan politik adalah tindakan politik. Untuk mencapai itu diperlukan pembelajaran untuk memperbesar kepekaan pembelajar sehingga ia dapat bertindak. Agar dapat bertindak dengan baik secara politik, orang perlumempelajari azas dan seni politik, nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat. Seperti, bagaimana nilai-nilai itu diwujudkan dalam lembagalembaga, serta taktik ataupun strategi apayang digunakan untuk bertindak? Dengan demikian orang belajar, bagaimana kekuasaan dapat dijinakkan oleh Prometheus, dan diabdikan kepada tujuan manusia yang positif.Sebagai contoh, Plato dan Aristoteles di akademi-akademi Yunani, tetapi juga mereka sangat terlibat dalam politik praktis. Begitu juga sebelumnya Socrates sebagai lambing guru politik yang aktif, ia juga meninggal karena tekanan-tekanan politik praktis penguasa Yunani kuno. Metode pembelajarnnya-pun sudah mengenal metode yang bersifat kritis.Tujuannya tidak lain adalah untuk menelaah kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para penguasa dan berusaha untuk mengurangi ketidaktahuan dari mereka yang dikuasai..Walaupun ajaran kritis tersebut pada prinsipnya bersifat intelektual, tetapi dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat praktis. Itulah sebabnya mengapa tradisi intelektual dapat dengan mudah menjadi subversif
terhadap penguasa dan merangsang timbulnya perdebatan politik. “Dengan demikian tidak bisa dihindari bahwa pembelajarn politik bersifat politis, dan guruguru politik merupakan aktivis”.Jadi, perspektif intelektual dalam politik adalah perspektif yang mempergunakan diri-sendiri sebagai titik tolak. Sebab perspektif itu bertolak dan dibangun berdasarkan apa yang dianggap salah oleh individu, maka pemikiran individu itu yang memperbaikinya.
Kedua, perspektif politik.Maksudnya adalah bahwa pandangan intelektual mengenai politik, tidak banyak berbeda dengan pandangan politisi.Bedanya terletak jika politisi lebih bersifat “segera” (yang ada kini dan di sini, daripada hal-hal yang teoretis). Sedangkan intelektual dapat menjadi politisi jika ia ammpu memasukkan masalah politik dalam pelayanan suatu kepentingan ataupun tujuan. Sebagai contoh, sebuah kasus dengan adanya sistem pemilihan lanagsung di Indonesia, banyak intelektual yang bersedia menjadi calon legislatif dan eksekutif pusat dan daerah.Dengan kampanye yang bergaya “orator mendadak”, dalam waktu singkat mereka mempersiapkan dan menggunakan strtegi itu dari yang biasanya sangat teoretik mendadak berubah ke dalam suatu kerangka kerja yang bersifat praktik. Hal ini mirip dengan apa yang dinyatakan Robert Dahl (1967: 1- 90), bahwa dalam waktu singkat mereka telah menjadi politisi. Singkatnnya, dunia politisi adalah dunia hari ini, dan hari esok yang dekat.Sedangkan kaum intelektual menaruh perhatian dalam tiga dimensi; hari kemarin, hari ini, dan hari esok.Keputusan-keputusan dari politisi diuji dalam kenyataan tanggapan publik yang keras.Suara lebih dahulu, sedangkan azas belakangan.Jika tujuan pertama pilisi adalah memperoleh kekuasaan, maka kaidah kedua adalah mempertahanakan kekuasaan.Juga tidak usah heran sebagian politisi termasuk yang terbaik dan tercerdik sekalipun sering melakukan hal-hal yang mengerikan.Karena itu tidak usah heran pula jika politisi adalah orang yang selalu optimis yang senantiasa tergugah oleh kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperoleh dari kekuasaan (Apter, 1996: 20).
Ketiga, perspektif ilmu politik.Dalam hal ini politik dipandang sebagaiilmu.Ia menilai politik dari sisi intelektual dengan pertimbangan kritis sertamempunyai criteria yang sistematis. Pendirian ini memandang memndangnya terhadap kebutuhan ke depan, untuk meramalkan akibat tindakan politik maupun kebijaksanaan para politisi. Jika para politisi memandang politik sebagai pusat kekuasaan publik, maka kaum intelektual memandang politik sebagai perluasan pusat moral dari diri. Dengan demikian politik sebagai ilmu menaruh perhatian pada dalil-dalil, keabsahan, percobaan, hukum, keragaman, pembentukan asasasas yang universal


BAB II
ISI
2.1 Pengertian
Etimologi
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan.Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik.Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
·      politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·      politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
·      politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
·      politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Ilmu Politik
Teori Politik
Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.
Lembaga Politik
Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola.Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara.Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal.Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

2.2 Partai dan Golongan
Hubungan Internasional
Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia.Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB.Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata.Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB.Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.
Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).
Masyarakat
adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.
Kekuasaan
Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.
Negara
negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

2.3 Perilaku Politik
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
·      Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
·      Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
·      Ikut serta dalam pesta politik
·      Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
·      Berhak untuk menjadi pimpinan politik
·      Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
2.4 Fungsi Politik
Fungsi Politik adalah
  • Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok kepentingan.
  • Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dsalam berbagai alternatif kebijakan. pelakunya dalah Partai Politik.
  • Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
  • Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atu PNS.
  • Pengawasan pelaksanaan kebijakan< adalah fungsi mnyelaaraskan perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku nya dalah lembaga hukum atau peradilan.
2.5 Fungsi Politik yang lain
Apabila kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond sebagai berikut;
  1. Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
  2. Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
  3. komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik.
2.6 Sejarah Sistem Politik Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik.Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral.Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1.     Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2.     Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3.     Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4.     kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5.     kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6.     kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a.     Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b.     Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
2.7 Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
  1. Masa prakolonial
  2. Masa kolonial (penjajahan)
  3. Masa Demokrasi Liberal
  4. Masa Demokrasi terpimpin
  5. Masa Demokrasi Pancasila
  6. Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
    1. Penyaluran tuntutan
    2. Pemeliharaan nilai
    3. Kapabilitas
    4. Integrasi vertikal
    5. Integrasi horizontal
    6. Gaya politik
    7. Kepemimpinan
    8. Partisipasi massa
    9. Keterlibatan militer
    10. Aparat negara
    11. Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
·      Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
·      Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
·      Kapabilitas – SDA melimpah
·      Integrasi vertikal – atas bawah
·      Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
·      Gaya politik - kerajaan
·      Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
·      Partisipasi massa – sangat rendah
·      Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
·      Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
·      Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
·      Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
·      Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
·      Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
·      Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
·      Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
·      Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
·      Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
·      Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
·      Keterlibatan militer – sangat besar
·      Aparat negara – loyal kepada penjajah
·      Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
·      Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
·      Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
·      Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
·      Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
·      Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
·      Gaya politik - ideologis
·      Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
·      Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
·      Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
·      Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
·      Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
·      Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
·      Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
·      Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
·      Integrasi vertikal – atas bawah
·      Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
·      Gaya politik – ideolog, nasakom
·      Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
·      Partisipasi massa - dibatasi
·      Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
·      Aparat negara – loyal kepada negara
·      Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
·      Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
·      Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
·      Kapabilitas – sistem terbuka
·      Integrasi vertikal – atas bawah
·      Integrasi horizontal - nampak
·      Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
·      Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
·      Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
·      Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
·      Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
·      Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
·      Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
·      Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
·      Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
·      Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
·      Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
·      Gaya politik - pragmatik
·      Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
·      Partisipasi massa - tinggi
·      Keterlibatan militer - dibatasi
·      Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
·      Stabilitas – instabil

2.8 Pada Masa Sebelum Kemerdekaan
Di bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau Sumatra dan Jawa sejak abad ke-7 hingga abad ke-14 Kedatangan pelaut-pelaut.Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/Zheng He pedagang-pedagang Arab dan Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam.
Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke- 16 mereka menemukan beberapa negara-negara kecil.Negara-negara kecil ini dengan mudah dikuasai oleh orang-orang Eropa tersebut yang ingin mendominasi perdagangan rempah-rempah. Pada abad ke- 17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Timur) Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi dan Belanda yang dikenal sebagai, 3G yaitu Gold, Glory and Gospel Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II awalnya melalui VOC dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.
Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870 sistem ini dihapus.Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika, yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia-Belanda.
Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai Indonesia.Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.
2) Pada Masa Soekarno (1945-1966)
Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia; setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, kelompok pimpinan Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.
Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal sebagai ‘aksi polisi’ (Politionele Actie). Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 setelah mendapat tekanan yang kuat dan kalangan internasional, terutamanya Amerika Serikat Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti gerakan non blok pada awalnya dan kemudian dengan blok sosialis, misalnya Tiongkok dan Yugoslavia Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia (“Konfrontasi”), dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya.Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional berdasarkan paham sosialis-komunis.Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
3) Pada Masa Soeharto (1967-1998)
Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme Sementara itu kondisi fisik Soekarno kini sendiri makin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. 32 tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.
Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata, di Indonesia. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom-ekonom lulusan departemen ekonomi Universitas California, Berkeley yang dipanggil “Berkeley” Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.
Zaman pemerintahan Soeharto, mengapa pemerintahan begitu hebat ?
Karena intelijennya begitu hebat, akan tetapi akhirnya mengalami ketidak hebatan intelijen, karena adanya regenerasi dan perubahan lingkungan yang tidak diantisipasi cepat. Contohnya, mengapa sampai terjadi ekonomi ?karena intelijen ekonomi lemah, sementara kerja intelejen ikut menentukan nasib negara. Penyelenggaraan negara tidak mungkin hidup tanpa intelijen, soal kondisi intelijen negara yang sekarang kurang bagus, kembali lagi kepada Leadership (kepemimpinan) dan statemanship (kenegarawaan).Dalam hal ini kita bukan hanya membutuhkan pemimpin, tapi juga seorang negara.Negarawan itu adalah seseorang memahami tentang kenegaraan.Masalah dan penyelenggaraannya. Mengenai leadership dan statemenship dari Soeharto baik, tapi bukankah gaya kepemimpinan otoriter yang diterapkan penguasa Orde Baru ditentang banyak orang ?Soeharto pada awalnya seorang pemimpin yang mengubah keadaan bangsa dan negara dari sangat terpuruk menjadi lebih baik.
Dengan melakukan perubahan tentu ada korban, tapi korban-korban itupun tidak bisa dikesampingkan begitu saja buktinya kepemimpinan Soeharto ang 32 tahun itu pun tidak berakhir dengan baik.Selama 32 tahun itu kita belum mampu mencapai perkembangan peradaban yang sesuai dengan keinginan.Bahkan selama 60 tahun penyelenggaraan negara Indonesia telah gagal mengembangkan peradaban, sebetulnya kepemimpinan dan kenegarawanan itu sudah gagal mulai dari zaman Soekarno. Bukannya Soekarno adalah seorang Negarawan yang andal, Tapi apa yang dihasilkannya ketika tahun 1965, secara budaya dan peradaban tidak ada, peradaban tetap primitif. Setelah Soekarno turun, Soeharto coba melakukan perubahan peradaban, tapi sampai sekarang belum berhasil. Mengapa selama 60 tahun bangsa Indonesia yang besar ini tidak menjadi bangsa yang mengemuka ?Kembali pada identitas, identitas sebagai ras melayu, beragama Islam, terutama orang Jawa tidak memiliki jiwa untuk menjadi bangsa yang berkembang secara peradaban
.
4) Pada Masa BJ. Habibie, Gusdur, Megawati (1998-2004)
Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri Pada tahun 2004 pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah sedang berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, yaitu Aceh dan Papua. Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun 2002 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB.
Bahwa sejak zaman Habibie dan pasca reformasi, tidak ada seorang pun pemimpin dan negarawan yang mengemuka di Indonesia, ini terlihat dari finalitas kepemimpinannya.Kepemimpinan Habibie tidak berakhir dengan baik.Demikian pula dengan Gusdur, Megawati, kemudian Susilo Bambang Yudhoyono.

5) Pada Masa SBY
Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa.(Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005. Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.
Dari segi intelijen terhadap pemerintah sekarang, BIN (Badan Intelijen Negara) sekarang lemah, tidak bisa menganalisa negara dengan tepat karena tidak memiliki wibawa untuk mempengaruhi pembuat keputusan.Rasanya sia-sia mempunyai sebuah lembaga yang dianggap hebat tapi dalam kenyataannya tidak hebat, atau produknya hebat, tapi tidak mempunyai wibawa terhadap penyelenggaraan negara. Kalau BIN sekarang kuat, satu tahun pemerintah SBY, negara tidak akan seperti ini, dengan tegas tim intelejen harus mampu mengatakan kepada tim ekonomi agar mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang benar.




BAB 3
PENUTUP
3.1 kesimpulan
  1. Remormasi merupakan suatu proses perjalanan bangsa Indonesia dalam menuju kemajuan, demokrasi serta ke arah yang lebih baik dalam berbangsa yang dimana remormasi ini  menempuh proses yang panjang dan sulit serta banyak memekan korban dan  dan penuh dengan pangorbanan
  2. Reformasi merpuakan bentuk perlawanan rakyat dalam menindak penyelewenwgn dan penyimpangan yang dilakukan oleh Negara
  3. Reformasi merupakan bukti rakyat adalah pemegang suara tertinngi
  4. Remormasi merupakan bukti bahwa rakyat tidak lagi bodoh dan tidak mau lagi dibodohi
  5. Remormasi adalah momentum bagi bangsa Indonesia untuk menenyukam masa depanmya kearah yang lebih baik

3.2 Saran
Remormasi telah kita capai dengan darah,keringat, dan air mata untuk itu marilah sekarang kita mengisi perubahan yang telah kita capai bersama-sama ini dengan membangun negeri ini dengan hal-hal yang bermanfaat dan membanggakan dan kita sudahi tipu menipu dan bohong membohongi bangsa kita sendiri perankan peran kita masing-masing dalam membangun negeri yang kita cintai ini.
Semoga tulisan ini aat bermanfaat



Daftar Pustaka

v Alfandi, Widoyo. (2002). Reformasi Indonesia: Bahasan dari Sudut Pandang Geografi Politik dan Geopolitik. Yogyakarta:Gadjah Mada University. ISBN 979-420-516-8, 9789794205167
v Suradinata,Ermaya. (2005). Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI.. Jakarta: Suara Bebas.
v Sumarsono, S, et.al. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 12-17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar